SEJARAH SINGKAT DHARMA WANITA PERSATUAN
Sejarah Dharma Wanita Persatuan (DWP) berawal pada 5 Agustus 1974 saat organisasi para istri Pegawai Republik Indonesia pada masa Pemerintahan Orde Baru itu dibentuk dengan nama Dharma Wanita. Organisasi ini didirikan oleh Ketua Dewan Pembina KORPRI saat itu, Amir Machmud, atas prakarsa Ibu Tien Soeharto sebagai Ibu Negara. Pada waktu itu Dharma Wanita beranggotakan para istri Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI yang dikaryakan, dan pegawai BUMN.
Pada Era Reformasi, tahun 1998, organisasi wanita ini melakukan perubahan mendasar. Tidak ada lagi muatan politik dari pemerintah, Dharma Wanita menjadi organisasi sosial kemasyarakatan yang netral dari politik, independen, dan demokratis.
Nama Dharma Wanita kemudian berubah menjadi Dharma Wanita Persatuan. Penambahan kata ‘Persatuan’ disesuaikan dengan nama Kabinet Persatuan Nasional, di bawah kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Perubahan organisasi ini tidak terbatas pada penambahan kata ‘Persatuan’ namun juga berubah menjadi organisasi yang mandiri dan demokratis.
Pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Dharma Wanita yang diselenggarakan pada tanggal 6-7 Desember 1999, seluruh rancangan Anggaran Dasar disahkan dan menetapkan Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan terpilih, Ny. Dr. Nila F Moeloek. Pokok-pokok perubahan organisasi Dharma Wanita yang ditetapkan pada Munaslub, antara lain :
Sebagai salah satu organisasi masyarakat (ormas) perempuan terbesar di Indonesia, sudah selayaknya DWP memiliki standing position dan mengambil peran strategis dalam konstalasi pembangunan nasional. Sebagaimana ormas lainnya, DWP memiliki peluang untuk berkiprah lebih luas dengan mengoptimalkan peran sertanya sebagaimana yang dijamin oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pada pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 menyebutkan bahwa Ormas berkewajiban untuk:
Selanjutnya, pada pasal 37, ayat (1) menyatakan bahwa keuangan ormas dapat bersumber dari :
a. Iuran anggota;
b. Bantuan/sumbangan masyarakat;
c. Hasil usaha ormas;
d. Bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing;
e. Kegiatan lain yang sah menurut hukum; dan/atau
f. Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Pada sisi lain, dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Dharma Wanita Persatuan tentunya perlu menyelaraskan diri dengan tuntutan perubahan lingkungan strategisnya.
Pada Era Reformasi, tahun 1998, organisasi wanita ini melakukan perubahan mendasar. Tidak ada lagi muatan politik dari pemerintah, Dharma Wanita menjadi organisasi sosial kemasyarakatan yang netral dari politik, independen, dan demokratis.
Nama Dharma Wanita kemudian berubah menjadi Dharma Wanita Persatuan. Penambahan kata ‘Persatuan’ disesuaikan dengan nama Kabinet Persatuan Nasional, di bawah kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Perubahan organisasi ini tidak terbatas pada penambahan kata ‘Persatuan’ namun juga berubah menjadi organisasi yang mandiri dan demokratis.
Pada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Dharma Wanita yang diselenggarakan pada tanggal 6-7 Desember 1999, seluruh rancangan Anggaran Dasar disahkan dan menetapkan Ketua Umum Dharma Wanita Persatuan terpilih, Ny. Dr. Nila F Moeloek. Pokok-pokok perubahan organisasi Dharma Wanita yang ditetapkan pada Munaslub, antara lain :
- Nama organisasi berubah menjadi Dharma Wanita Persatuan.
- Istilah Istri Pegawai Republik Indonesia diganti menjadi Istri Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia.
- Penegasan sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya.
- Penegasan sebagai organisasi nonpolitik.
- Penerapan demokrasi dalam organisasi (ketua umum dan ketua pada unsur pelaksana dipilih secara demokrasi).
Sebagai salah satu organisasi masyarakat (ormas) perempuan terbesar di Indonesia, sudah selayaknya DWP memiliki standing position dan mengambil peran strategis dalam konstalasi pembangunan nasional. Sebagaimana ormas lainnya, DWP memiliki peluang untuk berkiprah lebih luas dengan mengoptimalkan peran sertanya sebagaimana yang dijamin oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Pada pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 menyebutkan bahwa Ormas berkewajiban untuk:
- Melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi;
- Menjaga persatuan dan kesatuan bagsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta memberikan
- Manfaat untuk masyarakat;
- Menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat;
- Melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; dan
- Berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara.
Selanjutnya, pada pasal 37, ayat (1) menyatakan bahwa keuangan ormas dapat bersumber dari :
a. Iuran anggota;
b. Bantuan/sumbangan masyarakat;
c. Hasil usaha ormas;
d. Bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing;
e. Kegiatan lain yang sah menurut hukum; dan/atau
f. Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Pada sisi lain, dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Dharma Wanita Persatuan tentunya perlu menyelaraskan diri dengan tuntutan perubahan lingkungan strategisnya.
Komentar
Posting Komentar